.quickedit{ display:none; }
Hatur saur ka urang Lembur, bagea ka baraya nu ti kota

Jumat, 12 Agustus 2011

Di Balik Pemujaan Wahabi

Submitted by forsan salaf on Sunday, 3 July 201130 Comments

Gedung Persembahan Wahabi Untuk Utsaimin                      
Islam sama sekali tak bisa dilepaskan dari sosok Baginda Nabi SAW. Beliau adalah insan yang menerima wahyu dari Allah SWT untuk memberikan pencerahan kepada umat manusia dengan agama yang sempurna ini. Tiada sosok yang patut diagungkan di muka bumi melebihi Baginda Nabi SAW. Segenap keindahan fisik dan budi pekerti terdapat dalam figur Baginda Rasulullah SAW. Mencintai Baginda Nabi SAW adalah bagian dari mencintai Allah SWT. Beliau bersaba:

مَنْ أَحَبَّنِي فَقَدْ أَحَبَّ اللهَ وَمَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطاَعَ اللهَ

“Barangsiapa mencintaiku, maka ia benar-benar telah mencintai Allah SWT. Barangsiapa menaatiku, maka ia benar-benar telah taat kepada Allah SWT.”
Cinta haruslah disertai dengan penghormatan dan pengagungan. Oleh sebab itu Allah SWT memerintahkan manusia agar mengagungkan sosok Baginda Nabi SAW. Allah SWT berfirman:

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (8) لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ

“Sesungguhnya kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan,  supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)Nya dan mengagungkan Rasul-Nya.”

Cinta para sahabat kepada Baginda Rasul SAW adalah cinta yang patut diteladani. Dalam hadits-hadits disebutkan bagaimana para sahabat saling berebut bekas air wudhu Baginda Nabi SAW. Meski hanya tetesan air, namun air itu telah menyentuh jasad makhluk yang paling dekat dengan Sang Pencipta. Karena itulah mereka begitu memuliakannya dan mengharap berkah yang terpendam di dalamnya. Ketika Baginda Nabi SAW mencukur rambut, para sahabat senantiasa mengerumuni beliau. Mereka ingin mendapatkan potongan rambut beliau meski sehelai. Dengan rambut itu mereka hendak mengenang dan mengharap berkah Nabi SAW. Demikianlah rasa cinta para sahabat kepada Baginda Nabi SAW.

Primitif
Apa yang berlaku saat ini di Bumi Haramain adalah sesuatu yang bertolak belakang dengan kaidah cinta. Di sana orang-orang Wahabi mengaku mencintai Baginda Nabi SAW, akan tetapi mereka sama sekali tidak menghormati beliau SAW. Mereka bahkan melecehkan beliau dan melakukan perbuatan yang teramat tidak pantas kepada sosok sebesar beliau. Bayangkan saja, rumah yang ditempati beliau selama 28 tahun, yang semestinya dimuliakan, mereka ratakan dengan tanah kemudian mereka bangun di atasnya toilet umum. Sungguh keterlaluan!

kebiadaban Wahabi                                                                      
Fakta ini belakangan terkuak lewat video wawancara yang tersebar di Youtube. Adalah Dr. Sami bin Muhsin Angawi, seorang ahli purbakala, yang mengungkapkan fakta itu. Dalam video berdurasi 8:23 menit itu, ia mengungkapkan bahwa ia telah melakukan penelitian selama bertahun-tahun untuk mencari situs rumah Baginda Nabi SAW. Setelah berhasil, ia menyerahkan hasil penelitiannya kepada pihak yang berwenang.

Respon pihak berwenang Arab Saudi ternyata jauh dari perkiraan pakar yang mengantongi gelar Doktor arsitektur di London itu. Bukannya dijaga untuk dijadikan aset purbakala, situs temuannya malah mereka hancurkan. Ketika ditanya oleh pewawancara mengenai bangunan apa yang didirikan di atas lahan bersejarah itu, Sami Angawi terdiam dan tak mampu berkata-kata. Si pewawancara terus mendesaknya hingga akhirnya ia mengakui bahwa bangunan yang didirikan kelompok Wahabi di atas bekas rumah Baginda Nabi SAW adalah WC umum. 

Sami Angawi merasakan penyesalan yang sangat mendalam lantaran penelitiannya selama bertahun-tahun berakhir sia-sia. Ia kemudian mengungkapkan harapannya, “Kita berharap toilet itu segera dirobohkan dan dibangun kembali gedung yang layak. Seandainya ada tempat yang lebih utama berkahnya, tentu Allah SWT takkan menjadikan rumah itu sebagai tempat tinggal Rasul SAW dan tempat turunnya wahyu selama 13 tahun.”

Ulah jahil Wahabi itu tentu saja mengusik perasaan seluruh kaum muslimin. Situs rumah Baginda Nabi SAW adalah cagar budaya milik umat Islam di seluruh penjuru dunia. Mereka sama sekali tidak berhak untuk mengusik tempat terhormat itu. Ulah mereka ini kian mengukuhkan diri mereka sebagai kelompok primitif yang tak pandai menghargai nilai-nilai kebudayaan. Sebelum itu mereka telah merobohkan masjid-masjid bersejarah, di antaranya Masjid Hudaybiyah, tempat Syajarah ar-Ridhwan, Masjid Salman Alfarisi dan masjid di samping makam pamanda Nabi, Hamzah bin Abdal Muttalib. Pada tanggal 13 Agustus 2002 lalu, mereka meluluhkan masjid cucu Nabi, Imam Ali Uraidhi menggunakan dinamit dan membongkar makam beliau.

Wahabi tidak rela Masjid cucu Nabi berada di Madinah

Selama ini kelompok Wahabi berdalih bahwa penghancuran tempat-tempat bersejarah itu ditempuh demi menjaga kemurnian Islam. Mereka sekadar mengantisipasi agar tempat-tempat itu tidak dijadikan sebagai ajang pengkultusan dan perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada kemusyrikan. Akan tetapi dalih mereka agaknya kurang masuk akal, sebab nyatanya mereka berupaya mengabadikan sosok Syekh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin, salah seorang tokoh pentolan mereka. 

Mereka mendirikan sebuah bangunan yang besar dan mentereng untuk menyimpan peninggalan-peninggalan Syekh al-Utsaimin. Bandingkan perlakuan ini dengan perlakuan mereka kepada Baginda Nabi SAW. Mereka merobohkan rumah Baginda Nabi SAW dan menjadikan tempat yang berkah itu sebagai WC umum, kemudian membangun gedung megah untuk Al-Utsaimin. Siapakah sebetulnya yang lebih mulia bagi mereka? Baginda Rasulullah SAW ataukah Syekh al-Utsaimin?
Kacamata Usaimin                                                                                                

Bangunan berdesain mirip buku itu dibubuhi tulisan “Yayasan Syeikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin.” Di dalamnya terdapat benda-benda peninggalan Syekh al-Utsaimin, seperti kaca mata, arloji dan pena. Benda-benda itu diletakkan pada etalase kaca dan masing-masing diberi keterangan semisal, “Pena terakhir yang dipakai Syekh al-Utsaimin.”

pena terakhir yang dikeramatkan                                                                                   

Sungguh ironis, mengingat mereka begitu getol memberangus semua peninggalan Baginda Nabi SAW. Ulama mereka bahkan mengharamkan pelestarian segala bentuk peninggalan Baginda Nabi SAW. Beruntung, sebagian benda peninggalan beliau telah dipindahkan ke Turki.

Haul Wahabi
Wahabi melarang keras pengkultusan terhadap diri Baginda Nabi SAW, akan tetapi mereka sendiri melakukan pengkultusan terhadap diri Syekh al-Utsaimin. Mereka membid’ahkan peringatan haul seorang ulama atau wali, akan tetapi belakangan mereka juga menghelat semacam haul untuk Syekh al-Utsaimin dengan nama ‘Haflah Takrim.” Betapa ganjilnya sikap kelompok Wahabi ini.

‘Haul’ al-Utsaimin mereka adakan pada bulan Januari 2010 lalu di sebuah hotel di Kairo di bawah naungan Duta Besar Saudi di Kairo, Hisham Muhyiddin. Rangkaian acara haul itu dibuka dengan pembacaan ayat-ayat Quran, dilanjutkan sambutan-sambutan berisi pujian terhadap almarhum. Sambutan pertama disampaikan Ketua yayasan ar-Rusyd sekaligus Presiden Asosiasi Penerbit Saudi, yang memuji peran Syekh Utsaimin dalam penyebaran agama Islam. 

Sambutan selanjutnya disampaikan Abdullah, putra Utsaimin, kemudian Atase Kebudayaan Saudi Muhammad bin Abdul Aziz Al-Aqil. Yang disebutkan belakangan ini banyak mengulas manakib Syekh al-Utsaimin dengan menjelaskan tahun lahir dan wafatnya. “Perayaan ini adalah sedikit yang bisa kami persembahkan untuk mendiang Syekh Utsaimin,” ujarnya.

Utsaimin yang dikultuskan Wahabi

Acara haul ditutup dengan saling tukar tanda kehormatan antara Yayasan ar-Rusyd, Yayasan Utsaimin, Atase Kebudayaan dan Deputi Menteri Kebudayaan dan Informasi. Begitu pentingnya perayaan untuk Utsaimin ini sampai-sampai seorang pengagumnya menggubah sebuah syair:

وَاللهِ لَوْ وَضَعَ اْلأَناَمُ مَحَافِلاَ # مَاوَفَتِ الشَّيْخَ اْلوَقُورَحَقَّهُ

“Demi Allah, Seandainya segenap manusia membuat banyak perayaan untuk Syeikh Utsaimin, hal itu tidaklah mampu memenuhi hak beliau.”

Syair itu menunjukkan pengkultusan orang-orang Wahabi terhadap Syekh Utsaimin. Pengagungan yang kebablasan juga mereka berikan kepada pendiri aliran Wahabi, Muhammad bin Abdul Wahab. Seorang Mahasiswa Universitas Riyadh pernah memprotes dosennya, Dr. Abdul Adhim al-Syanawi, karena memuji Rasulullah SAW. Sang dosen menanyakan apa penyebab si mahasiswa membenci Nabi SAW? Mahasiswa itu menjawab bahwa yang memulai perang kebencian adalah Baginda Nabi sendiri (sambil menyitir hadits seputar fitnah yg muncul dari Najed, tempat kelahiran Muhamad bin Abdul Wahab). “Kalau begitu, siapa yang kamu cintai?” tanya sang dosen. 

Lalu si mahasiswa menjawab bahwa yang dicintainya adalah Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. Selanjutnya sang dosen menanyakan alasan kecintaan mahasiswanya itu. “Karena Syekh Muhammad Abdul Wahab menghidupkan sunnah dan menghancurkan bid’ah,” Jawab mahasiswa itu. (kisah ini dicatat Ibrahim Abd al-Wahid al-Sayyid,dalam kitabnya, Kasf al-Litsam ‘an Fikr al-Li’am hlm.3-4.)

Sungguh benar Baginda Nabi SAW. yang dalam salah satu hadits beliau mengisyaratkan bahwa akan ada fitnah (Wahabi) yang bakal muncul dari Najed. Isyarat itu menjadi nyata semenjak munculnya Muhammad bin Abdul Wahab dari Najed yang dengan bantuan kolonial Inggris mencabik-cabik syariat Islam.

Syekh Utsaimin adalah salah satu penerus Muhammad bin Abdul Wahab. Ia juga gencar menyebarkan fitnah lewat tulisan-tulisannya. Salah satu fitnah itu seperti tertera di dalam karyanya, al-Manahi al-Lafdziyyah hal 161. Di situ ia menulis:

وَلاَ أَعْلَمُ إِلىَ سَاعَتيِ هَذِهِ اَنَّهُ جَاءَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَفْضَلُ اْلخَلْقِ مُطْلَقاً فيِ كُلِّ شَئٍْ

“Dan saya tidak mengetahui sampai detik ini bahwa Muhammad adalah makhluk Allah yang lebih utama dari segala makhluk apa pun secara mutlak.” Agaknya kalimat inilah yang membuat penganut Wahabi lebih mengagungkan Utsaimin dari pada Baginda Rasulullah SAW….! Ibnu KhariQ

Sumber :
Majalah Cahaya Nabawiy edisi 96 Juli 2011/Sya’ban 1432 H
http://www.forsansalaf.com/2011

Penemuan Masjid Berusia Puluhan Abad

Selasa, 7 Desember 2010 - 16:57 wib
Ahmad Dani - Okezone
berita
Masjid Baiat. (Foto: Ahmad Dhani/okezone)

MADINAH - Pelebaran lokasi jamarat tempat melempar jumroh di Mina, Kota Makkah, ternyata tak hanya bermanfaat bagi jamaah haji untuk kenyamanan melontar jumroh. Dalam pelebaran itu, juga tak sengaja ditemukan sebuah masjid kuno berusia puluhan abad lalu.

"Waktu saya jadi petugas haji antara tahun 2005 atau 2006 itu baru proses pengerukan lokasi Jamarat. Pas dikeruk tak sengaja buldoser menyentuh batu besar yang ternyata dinding masjid," kata Sekretaris Daker Madinah, Surahmat saat berbincang menceritakan awal penemuan masjid kuno itu.

Masjid itu kini dinamakan baiat. Jaraknya tak lebih dari 50 meter dari Jamarat. Masjidnya kini berwarna krem tidak beratap, berukuran sekitar 7 X 10 meter, tapi tidak ada jemaah di dalamnya.

Bagaimana mungkin ada jemaah, pagar besi yang mengelilinginya selalu dikunci siang malam. Lagi pula tak ada tempat berwudhu dan toilet sebagaimana lazimnya masjid. Meski demikian, pengunjung bisa melihat isi dalamnya masjid. Sebab, pintu dari sayap kanan tak berpintu.

Masjid Baiat dibangun pada masa keemasan Dinasti Abassiyah di tahun 200 H/700 Masehi. Pembangunan masjid itu untuk menghormati Abbas bin Abdul Muthalib. Abbas adalah paman Rasulullah saw, yang anak keturunannya kemudian membangun Dinasti Abbasiah.

Masjid ini konon sempat terkubur tanah. Namun dalam proses pembangunan besar-besaran Jamarat, buldozer yang melakukan pengerukan tanah terantuk batu yang sangat keras. Setelah diteliti, ternyata batu keras tersebut merupakan masjid. Maka, masjid itu dibiarkan seperti apa adanya.

Kini Masjid Baiat dijadikan tempat bersejarah oleh pemerintah Arab Saudi. Masjid yang diambil dari proses pembaiatan kaum Yastrib (Madinah) terhadap Rasul untuk tidak berbuat syirik ini kini pun seperti bangunan tua di antara bangunan nan megah di jamarat.

Wikipedia menjelaskan, baiat di Aqabah terjadi dua kali. Baiat Aqabah pertama yang terjadi tahun 621 M, yaitu perjanjian antara Rasulullah dengan 12 orang dari Yatsrib yang kemudian mereka memeluk Islam. Baiat Aqabah ini terjadi pada tahun kedua belas kenabiannya. Kemudian mereka berbaiat (bersumpah setia) kepada Muhammad.

Adapun isi baiat itu, penduduk Yatsrib tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, mereka akan melaksanakan apa yang Allah perintahkan, dan ketiga, mereka akan meninggalkan larangan Allah.

Setahun kemudian, tahun 622 M, Rasulullah kembali melakukan baiat di Aqabah. Kali ini perjanjian dilakukan Rasulullah terhadap 73 orang pria dan 2 orang wanita dari Yatsrib. Wanita itu adalah Nusaibah bintu Ka'ab dan Asma' bintu 'Amr bin 'Adiy. Perjanjian ini terjadi pada tahun ketiga belas kenabian. Mushab bin Umair yang ikut berbaiat pada Baiat Aqabah pertama kembali ikut bersamanya beserta dengan penduduk Yatsrib yang sudah terlebih dahulu masuk Islam.

Semakin kaya sudah sejarah kejayaan Islam masa lalu di Saudi. Tentu sebagai umat akhir zaman, sejarah perlu kita pelajari agar bisa menata kehidupan menuju kejayaan yang didambakan. ( oke zone )

Masjid Jin Saksi Bisu Dialog Nabi & Makhluk Gaib

Senin, 15 November 2010 - 16:07 wib
Muhammad Saifullah - Okezone
berita
Masjid Jin (Foto: Wordpress)

JAKARTA- Di Kampung Ma’la, tak jauh dari lokasi pemakaman Siti Khadijah di Makkah, masjid itu berdiri. Saksi bisu dialog antara Rasulullah dengan para jin itu hingga kini masih berdiri tegak di tempatnya.

Masjid dengan luas 10 x 20 meter itu memiliki dua lantai dan satu basement. Di atap masjid bagian kubah dihias dengan tulisan kaligrafi Alquran Surat Al Jin ayat 1-9. Tapi perlu diketahui, masjid ini tak seseram namanya.

“Bangunannya modern dan indah. Bahkan tak seseram kuburan di sini (Indonesia),” ujar Ketua Lembaga Takmir Masjid NU Ustaz Mukhlas Syarkun yang pernah berkunjung ke Masjid Jin kepada okezone di Jakarta, Senin (15/11/2010).

Sejumlah riwayat menyebutkan, masjid yang berjarak sekira 1 kilometer dari Masjidilharam tersebut dinamakan Masjid al-Jin atau Masjid al-Bai’at, karena di tempat itulah para jin menyatakan keislamannya dan berjanji setia kepada Rasulullah SAW untuk beriman kepada Allah swt.

Diriwayatkan, pada suatu ketika usai salat Subuh Rasulullah SAW dan sahabat Anas bin Malik membaca Surat Ar-Rahman ayat 1-7. Di antaranya berbunyi,”Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?"

Lantunan ayat suci Alquran itu rupanya menarik perhatian rombongan jin yang sedang dalam perjalanan ke Tihamah. Para jin tersebut lantas mendatangi tempat asal suara dan menemukan Rasulullah SAW bersama sahabatnya di sana tengah membaca Alquran.

Para jin yang dalam salah satu riwayat disebutkan berjumlah tujuh, kemudian langsung menjawabnya dengan kalimat, "Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami tidak mendustakan nikmat-Mu sedikit pun. Segala puji hanya bagi-Mu yang telah memberikan nikmat lahir dan batin kepada kami.”

Setelah itu para jin lantas berdialog dengan Nabi SAW. Mereka lantas menyatakan dirinya beriman kepada Allah SWT. “Sesepuh jin hanya berkomunikasi dengan Nabi. Sementara sahabat Anas tidak bisa melihat jinnya, tapi bisa merasakan ada makhluk lain di tempat itu,” ujar ustaz Mukhlas.

Penegasan keimanan para jin dalam riwayat di atas dijelaskan Allah swt dalam firman-Nya di Alquran Surat Al-Jin ayat 1-2 yang berbunyi:

“Telah diwahyukan kepadamu bahwa sekumpulan Jin mendengarkan ayat Al-quran. Lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendengarkan Alquran yang menakjubkan. Yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar, karena itu kami tidak akan mempersekutukan Allah SWT kami dengan siapapun juga.”

Ustaz Mukhlas menjelaskan, ada salah satu riwayat yang menyebutkan surat Jin diturunkan di tempat tersebut. Melalui kisah ini, kata dia, Allah swt ingin menegaskan kepada makhluknya bahwa syariat Nabi Muhammad SAW tak hanya berlaku kepada manusia. Tapi juga makhluk lain seperti jin.
“Dan Tidaklah Aku Menciptakan Jin dan Manusia Kecuali untuk Beribadah Kepada-Ku (Adz Dzariyat : 56)”

Peristiwa pertemuan Nabi SAW dengan jin tak hanya sekali. Menurut Ustaz Mukhlas, Rasul pernah diajak jin masuk ke alamnya. Di sana Nabi ditunjukkan kehidupan bangsa jin, seperti lokasi rumahnya, jenis makanannya, serta cara berkomunikasinya. “Nabi pernah berkata kepada para sahabat bahwa di sana (alam jin) sedang turun hujan,” terangnya.

Kini Masjid Jin menjadi salah satu rujukan tempat ziarah bagi para jamaah haji di Makkah. Di musim haji setiap hari ratusan jamaah haji berdatangan ke tempat ini. Mengingat asal mula keberadaannya serta aspek historis yang terkandung di tempat ini, tak menutup kemungkinan masjid ini juga menjadi tempat persinggahan para jin yang menunaikan ibadah haji.

“Hal itu mungkin-mungkin saja, karena tempat itu memiliki nilai historis yang tinggi bagi jin Islam. Ya semacam napak tilas gitu,” tandasnya. (ful / oke zone )

Rabu, 10 Agustus 2011

Demi keamanan dan privasi akun Facebook Anda, ingatlah agar tidak memasukkan kata sandi Anda kecuali Anda berada di situs web Facebook yang asli. Selain itu, pastikan Anda hanya mengunduh perangkat lunak dari situs web yang tepercaya. Untuk mempelajari selengkapnya tentang keamanan di internet, kunjungi Halaman Keamanan Facebook. Baca juga artikel Wikipedia mengenai malware dan phishing.
http://www.google.co.id/search
​?hl=id&client=firefox-a&hs=d98&rls=org.mozilla%3Aen-US%3​Aofficial&channel=s&sa=X&ei=4H​1CTqzNBcHxmAXamci_CQ&ved=0CBMQ​BSgA&q=sayyid+husain+al+musawi​&spell=1

Senin, 08 Agustus 2011

Keputusan Marja' Taqlid tentang Bahrain

Beberapa orang anggota Syura Tertinggi Majma' Jahani Ahlul Bait telah menghadiri pertemuan bersama tiga marji' Taqlid untuk membincangkan masalah Bahrain.

Keputusan Marja
Menurut Kantor Berita ABNA, Selasa pagi hingga sore (28/3), Hujjatul Islam Sayid Ahmad Khatami, Durri Najaf Abadi dan Muhammad Hasan Akhtari dan perwakilan Anggota Majma' Jahani Ahlul Bait telah menghadiri pertemuan dengan tiga ulama Marja Taqlid di Qom.

Dalam pertemuan tertutup tersebut, anggota Majma' Ahlul Bait melaporkan situasi Bahrain dan meminta nasihat Ayatullah LutfuLlah Safi Gulpaigani, Ayatullah Nasir Makarim Syirazi dan Ayatullah Husain Nuri Hamdani untuk tindakan mereka terhadap kejadian tersebut.

Tindakan Marji' Taqlid
Para ulama Marja Taqlid tersebut turut mengecam pembunuhan rakyat Bahrain, Yaman dan Libya. Mereka memohon doa untuk kemenangan umat Islam di seluruh dunia terutamanya Syiah dan memberikan beberapa nasihat.

Anggota Majlis Syura Majma' Jahani Ahlul Bait, Hujjatul Islam Wal Muslimin Khatami di akhir pertemuan ini berkata, "Dalam perjumpaan ini beberapa usulan telah dikemukakan kepada Marja Taqlid di mana para Marja akan mengadakan beberapa pertemuan lagi untuk membantu umat Islam dan menghentikan pertumpahan darah di negara Libya, Yaman dan Bahrain khususnya". ( http://ab-na.com/)

Klarifikasi Wilayatul Faqih, Marja’iyah, Rahbari dan Integritas Nasionalisme


Saya baru saja membaca artikel Hamid Basyaib yang dipublish friend Zen Aljufri, yang berisikan kritik terhadap sistem pemerintah Iran dan dampak negatif penyatuan agama dan politik dalam negara yang disebutnya secara sinis “teokrasi”.

Artikel tersebut jelas ditulis oleh orang yang tidak memahami sama sekali landasan rasional sistem kepemimpinan Wilayatul Faqih dan landasan teologis di bawahnya. Karena itu, saya terdorong untuk mempublish lagi artikel sederhana tentang Wilayatul Faqih, Marja’iyah dan Rahbari.Tentu, ini semua semata-mata pandangan pribadi saya yang sama sekali tidak representatif dan tidak layak dijadikan referensi.

Wilayah dan Dimensi-dimensinya
Wilayah secara kebahasaan bisa berarti kekuasaan atau kewenangan. Secara keistilahan, ia adalah otoritas yang meniscayakan ketaatan. Istilah wilayah digunakan di hampir seluruh literatur Islam, Syiah dan Sunni. Kalangan sufi lebih sering menggunakannya.

Faqih secara kebahasaan berarti orang yang memiliki pengetahuan mendalam. Secara keistilahan, faqih adalah orang yang memahami hukum fikih. Istilah ini juga digunakan oleh Sunni dan Syiah.

Secara umum, berdasarkan relasinya, wilayah dapat dilihat dari dua dimensi:
1) Wilayah thuliyah (vertikal) adalah hubungan hirarkis yang meniscayakan sikap taat terhadap Allah, Nabi, Washi dan faqih. “…taatilah Allah dan tatatilah Rasul dan para pemimpin di antara kalian” (QS. 32);
2) Wilayah aradhiyah (horisontal) adalah hubungan mutual antar sesama anggota masyarakat yang meniscayakan sikap saling menghargai dan melindungi hak sesama berdasarkan hukum legal (syari’ah).

Wilâyah vertikal bermacam dua:
1) Wilayah takwiniyah, yaitu hak untuk menggunakan (memanfaatkan – tasarruf) segala yang ada di dunia dan hal-hal yang bersifat natural (takwînî). Menurut pendapat terbanyak, hak ini hanya dimiliki oleh Allah. Mu’zijat dan karamah para nabi dan wali adalah jelmaan wilâyah Takwînîyah tersebut.

2) Wilayah tasyri’iyah, yaitu hak untuk melakukan legislasi (undang-undang), memerintah dan melarang.
Secara vertikal, nabi dan imam, dengan restu dari-Nya, menurut Syiah Imamiah, berhak untuk memerintah dan melarang masyarakat. Dan menurut kaum ushuli, faqih (mujtahid) juga memilikinya, kendati mereka berbeda tentang batasannya..( Hokûmat-e Eslâmi : 56-57)

Wilayah tasyri’yah adalah mekanisme pengaturan hubungan seorang mukmin dengan Allah dan para pemegang otoritas ilahi, mulai dari nabi, washi hingga faqih, juga hubungan antara seorang mukmin dan masyarakat .

Pada dasarnya wilayah tasyri’yah tidak hanya dimiliki seorang faqih dan mujtahid. Seorang ayah, misalnya, dalam batas-batas tertentu memiliki wilayah. Karena itu mungkin pembagian di bawah ini menjadi menjadi penting untuk diketahui.

Wilayah tasyri’yah bermacam dua; yaitu
Wilayah Istiqlaliyah (kewengan mandiri, independen); dan
Wilayah Istirakiyah (kewenangan kolektif).

Wilayah istiqlaliyah dapat dibagi tiga:
1) Wilayah berkenaan dengan penderita (pasien), seperti anak kecil yang hendak melaksanakan ibadah haji, namun seluruh rangkaian manasiknya dilakukan oleh walinya, seperti berniat, mengenakan ihram, berthawaf dan sebagainya.

2) Wilayah berkenaan dengan pelaku antara (fa’il, subjek), seperti ayah yang menjadi wali atas anaknya, berdasarkan pertimbangan kepentingan .
3) Wilayah berkenaan dengan penderita, namun tidak didasari oleh kepentingan wali, seperti wilayah seorang washi (penerima wasiat) orang yang meninggal (mayit) atas anak-anaknya yang masih kecil, tapi didasarkan pada kepentingan muwalla alaih (yang berada dalam wewenang penerima wasiat dari orang yang telah wafat.

Pengertian Wilayah Faqih
Sebelum memasuki tema ini, yang mungkin penting untuk diulas adalah bentuk anatomi dan struktur masayarakat ushuli.Dalam periode ‘kegaiban panjang’ terbentuklah dua pola pemahaman keagamaan dalam masyarakat Syiah Imamiyah. Para penganut aliran akhbari yang konservatif hanya menerima dua bentuk lembaga otoritas, yaitu otoritas Nabi dan otoritas Imam. Bagi mereka, periode ‘kegaiban panjang’ adalah fase “pertanggungjawaban individual”, bahwa setiap indvidu, betapapun sulitnya, harus menyimpulkan hukum dari prinsip-prinsip hukum yang telah ditetapkan oleh nabi dan para Imam .

Cara pandang kaum akhbari ini ditentang oleh kalangan ushuli yang menganggap fase pasca otoritas Imam (kegaiban panjang) sebagai fase otoritas Faqih. Yaitu fase ketika umat Islam dari kelompok kedua meyakini faqih atau mujatahid yang ditunjuk secara langsung atau tidak langsung oleh Imam sebagai pemegang hak mewakili Nabi dan Imam dalam membimbing dan mengawal mereka berdasarkan prinsip-prinsip hukum yang telah ditetapkan oleh Rasulullah saw.

Seiring dengan perjalanan waktu, terbentuklah sebuah struktur lembaga dan hirarki keagamaan yang rapi dan kokoh. Pada fase terakhir ini tiga cara untuk melaksanakan syariah telah ditetapkan secara general, yaitu ijtihad, ihtiyath, dan taqlid. Inilah yang kemudian menjadi pandangan dominan, dan selanjutnya kabar tentang akhbari hanya ditemukan melalui disuksi dan polemik buku .


Muthlaqah dan Muqayyadah
Yang perlu digaris-bawahi ialah bahwa Syiah Imamiyah sekarang adalah produk aliran ushuli yang pada dasarnya meyakini konsep Wilayah faqih. Sepanjang sejarah Syiah tidak ditemukan seorang Faqih pun yang berkeyakinan bahwa Faqih tidak memiliki wilayah. Namun yang masih diperdebatkan adalah batas dan ruang lingkup wilâyah tersebut .

Tentang masalah ini, Kaum ushuli terbagi dua. Kelompok pertama meyakini Wilayatul Faqih al-Muqayyadah. Kelompok kedua meyakini Wilayatul Faqih al-Mutlaqah. Bagi kelompok Ushuliyun pertama, Wilayatul Faqih Al-Khashah hanyalah sebuah lembaga otoritas yang berfungsi sebagai penyimpul dan penjelas hukum tradisional yang meliputi tata cara ibadah murni dan mu’amalah, dan mewakili Imam dalam fungsi yudikatif dan pengelolaan dana-dana syar’I (al-huquq al-syar’iyah).

Imam Khomeini q.s adalah salah satu faqih yang meyakini universalitas wilayah seorang faqih. Inilah yang disebut dengan konsep al-wilayah al-muthlaqah. Menurut para pendukungnya, al-wilâyah al-muthlaqah tidak meniscayakan absultarianisme sehingga dapat bertindak secara mutlak sehendaknya. WF muthlaqah dibatasi oleh prinsip-prinsp utama aqidah dan hukum-hukum qath’i. Predikasi “al-muthlaqah” semata-mata didasarkan pada proyeksi antisipatif agar faqih yang berwilayah dapat turun tangan dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang sangat vital dan mendesak (umurun hisbiyah).

Predikat muthlaqah sendiri dimaksudkan sebagai terminologi yang dibatasi pula oleh agama. Karena tugas utamanya adalah memelihara dan menjaga Islam, maka seandainya ia mengubah Ushuluddin dan hukum-hukum syari’at dan menentangnya, maka secara otomatis ia kehilangan wilayah-nya. Kemutlakan wewenang faqih hanyalah antispasi jika terjadi benturan (tazâhum) antara suatu perkara yang penting dengan perkara yang lebih penting.

Dalam situasi demikian, dengan wewenangnya yang mutlak, seorang Faqih dapat mengorbankan perkara yang penting tersebut demi terjaganya perkara yang lebih penting. Faqih memiliki dua opsi hukum terhadap eksekusi, yaitu hukum primer (awwali) yang bersumber dari sumber-sumber utama syariat; dan hukum tsanawi (sekunder), juga disebut hukm hukumati yang didasarkan pada asa-asa kemalahatan yang kontekstual. Dengan wewenang mutlaknya, seorang faqih dapat melarang masyarakat yang berada dalam domain kekuasaannya untuk menunaikan haji untuk sementara waktu demi pertimbangan maslahat (hukum tsanawi) yang disimpulkannya.

Asas hilangnya predikat hukum sebagai akibat dari lenyapnya subjek hukum juga menjadi alasan pengambilan opsi demikian .Mungkin sampai disini hampir tidak ada perselisihan yang berararti seputar Wilayah faqih.

Mujtahid, Marja’ dan Rahbar
Kadang karena ketidakjelasan maksud dan arti sebuah kata, kesimpulan yang diperoleh bisa sangat melenceng. kadang Tema-tema ‘ikutan’ dalam konsep WF sering kali menimbulkan pertanyaan bahkan preadugan negatif, antara tentang kedudukan marja’iyah dan mujtahid, dan tentang jangkauan kewenangan itu di luar batas geografis sebuah masyarakat yang secara struktural berada di dalam sistem Wilayah Faqih, tentang pola hubungannya yang bersifat struktural institusional ataukah semata kutural spiritual dan sebagainya .
Untuk membicarakan tema-tema ‘ikutan’ tersebut, harus disepakati terlebih dahulu pengertian komprhensif sejumlah kata kunci. Ada beberapa kata yang maknanya sepintas nyaris sama adengan faqih, sperti mujtahid, marja dan rahbar. Ijtihad adalah potensi atau kemampuan menyimpulkan hukum yang elementer dan mengindentifikasi tugas operasional dalam bidangnya. Sebagian ulama mendefiniskan ijtihad sebagai “mencurahkan jerih payah demi memperoleh hujjah atas suatu realitas.” (Ar-Ra’yus-Sadid, Mushlathahat Al-Ahwal, 25).

Mujtahid adalah mukallaf yang mencurahkan tenaga dan jerih payah dengan cara-cara legal secara rasional dan konvensional guna menghasilkan sebuah dalil atas hukum dan fatwa berdasarkan sumber-sumber ijtihad.
Ada dua macam mujtahid, mujathid kulli (universal), yaitu seseorang yang ijtihadnya meliputi semua bidang hukum dhanni; dan mujathid juz’i atau mutajazzi (partikular), yaitu seseorang ijtihadnya hanya meliputi sebagian bidang hukum zhanni .

Mujathid kulli (muthlaq) bermacam dua; mujtahid yang tidak ditaqlid; dan mujathid yang ditaqlid, yaitu dijadikan sebagai rujukan dalam masalah-masalah hukum dzanni (yang merupakan area ijtihad). Dengan demikian, jelaslah bahwa perbedaan antara mujathid (baca: mujtahid kulli) dan marja’ tierletak pada ada dan tidaknya seseorang yang menjadi muqallidnya. Memang ada sejumlah syarat tambahan bagi mujtahid yang menjadi marja’, seperti a’lamiyah dan laki-laki, menurut pendapat yang populer.

Marja’ biasanya memudahkan para muqallidnya yang berada di daerah yang jauh jaraknya dengan tempat ia berada dengan menunjuk seseorang atau beberapa orang sebagai perantara (wakil, dalam bahasa fikih, berarti agen, bukan deputi) melalui surat yang secara eksplisit mengeaskan fungsi dan ruang lingkup wakalah (keperantaraan).

Wewenang setiap ‘wakil’ tidak mesti sama, bergantung pada isi surat pemberian izin (ijazah). Muqallid tidak wajib menjadikan wakil sebagai perantara apabila merasa bisa berhubungan secara langsung dengan marja’nya. Wakil juga tidak wajib memberitahukan ke-wakil-annya, karena biasanya isi suratnya hanya mengaskan ‘diizinkan’ (ma’dzun). Ia bisa menggunakan hak dan izin wakalah, dan bisa pula tidak menggunakannya berdasarkan alasan-alasan kemaslahatan.Sejauh yang saya ketahui, wakalah adalah hak memperantarai muqallid dengan marja’ dalam penyerahan dana-dana syar’i.

Namun ada surat wakalah yang memberikan izin penggunaan wewenang dalam apa yang diistilahkan dengan ‘al-umur al-hisbiyah’. Singkatnya, wakalah adalah agensi yang tidak mengikuti kriteria tertentu, karena pemberian izinnya bersifat personal.

Sejauh yang saya pahami, setiap mujathid adalah faqih, dan setiap faqih memiliki potensi wilayah, yaitu masyru’iyah (legitimasi ketuhanan, divine legitimacy, yang diperoleh dari Tuhan secara tidak langsung). Namun hanya satu faqih yang bisa mengaktualisasikan potensi wilayahnya. 

Aktualisasi potensi ini hanya bisa dilakukan mana kala faqih memperoleh ‘maqbuliyah’ (akseptabilitas), yaitu ketika sejumlah perangkat objektif telah terhimpun di sisinya, seperti masyarakat yang siap menaatinya meski tidak dalam jumlah yang dominan dan state atau teritori yang memungkinnya melakukan kontrol terhadap publik. 

Untuk mengukur dan memastikan akseptabiliyas publik, sejumlah opsi bisa diambilnya, antara lain dengan melakukan jajak pendapat, survei, referendum, instruksi yang secara kasat mata diikuti oleh banyak anggota masyarakat, dan mekanisme lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan akurasinya.


Lalu apa yang membedakan antara marja’ dan wali faqih? Banyak sekali yang bisa dijadikan sebagai ciri pembeda, antara lain sebagai berikut :


1. Hubungan faqih, yang tidak memegang wilayah secara aktual namun menjadi marja’, dengan muqallidnya adalah hubungan taqlid. Sedangkan hubungan faqih yang memegang wilayah aktual adalah ketataan. Seorang wali faqih bisa pula memiliki hubungan taqlid dengan muqallidnya apabila ia juga menjadi marja‘.

2. Marja’ berhak melakukan ifta’ (mengeluarkan hasil ijtihad yang bersifat umum (tidak spesifik). Dan menurut pendapat populer, marja’ juga berhak melakukan tahkim dan pengelolaan dana-dana syar’i seperti khumus, nazar, zakat dan sebagainya. Tentu menurut yang meyakini unifikasi marja’iyah-wilayah faqih, wewenang-wewenang ini telah menjadi hak prerogatif wali faqih. Ia berhak untuk menerbitkan keputusan, instruksi dan dektrit terkait dengan masalah-masalah spesifik, kontektual dan penting, seperti perintah perang dan damai.

3. Marja’ tidak memerlukan akseptabilitas untuk menjalankan fungsinya sebagai rujukan. Wali faqih, tanpa aksebtabilitas, secara otomatis kehilangan wewenang aktualnya.

Lalu samakah arti Wali faqih dengan Rahbar, dan Wilayah faqih dan Rahbari (zaa’amah)?
Menurut saya, Wali Faqih adalah seseorang yang menjadi representasi dari lembaga otoritas keagamaan (wilayah faqih) yang bersifat universal tanpa batas geografis, kutur dan lainnya. Sedangkan rahbar, yang berasal dari kata Parsi ‘rah dan bar (jalan dan memandu = pemandu jalan) adalah sebuah predikat yang disandang oleh seseorang yang memegang wewenang tertinggi dalam konstitusi dan undang-undang negara Republik Islam Iran yang hanya mengikat warganegara Iran, Muslim maupun non Muslim.

Dengan kata lain, Seseorang non Iran yang meyakini konsep Wilayah faqih tidak terikat dengan rahbari tidak berada dalam strukturnya. Namun ia, yang tidak berada dalam struktur rahbari, bisa mengikat diri secara kultural dan spiritual dengan Wali faqih. Artinya, instruksi wali faqih bisa berbeda dengan isntruksi rahbar.
Bagaimana membedakannya? Cara membedakannya adalah mengidentifikasi subjek dan objek serta konteks instruksinya. 

Dengan demikian, orang Indonesia yang bermazhab Syiah dan meyakini konsep wilayah faqih hanya terikat secara keagamaan dan kultural dengan figur Sayyid Ali Khamenei, misalnya, yang juga menjadi pemimpin tertinggi di sebuah negara di Timur Tengah, yaitu Iran. Ia juga terikat secara keagamaan denga seorang faqih yang diyakininya sebagai muqallad atau marja’.


Kepatuhan Teologis dan Kepatuhan Konstitusional
Hubungan antara WF, Marja’iyah dan Rahbari perlu diperjelas karena tidak sedikit, terutama kalangan eksternal , yang tidak memahami posisi Wilayatul faqih, marja’ dan rahbar sehingga menafsirkan ketataan kepada sistem kepemimpinan Faqih sebagai keyakinan dan sikap yang tidak harmonis dengan nasionalisme dan kepatuhan konstitusional.

Dari penjelasan diatas, konsep Wilayah Faqih dan relasinya dengan umat di luar Iran mungkin bisa dianalogikan dengan orang Katolik Indonesia yang terikat secara keagamaan dan spiritual dengan Paus dan Geraja Vatikan. Secara kenegaraan, ia terikat dengan undang-undang Indonesia sebagai warganya, tapi itu tidak menafikan keterikatannya dalam struktur keagamaan sebagai umat Katolik. Apalagi salah satu hukum Wali faqih yang sangat populer adalah kewajiban bagi setiap pengikut mazhab Ahlulbait di setiap negara untuk mematuhi konstitusi negaranya masing-masing, bahkan mempertahankanya dengan tidak mengabaikan sikap kritis dan partisipasi intens dalam segala bidang kemasyarakatan. Apa yang diperagakan oleh Hezbollah di Lebanon dapat menjadi bukti nyata betapa kepatuhan kepada sistem hirarki Wilayah Faqih meniscayakan kepedulian terhadap Tanah Air, termasuk mempertahankan kesatuan dan persatuannya.

Artinya, setiap manusia syi’i di Indonesia terikat dengan undang-undang dan sistem negara Indonesia. Lagi-lagi, ini menurut saya yang sangat awam tentang WF, Rahbari, dan Marja’iyah. Karena itu, saya setuju dengan slogan, Islam Yes, Syiah Ok, Indonesia, Sure! Syiah Merah Putih! ( http://syiahali.wordpress.com.)

Fatwa Mufti Agung Suriah, Syekh Ahmad Kuftaro



Tanya:
Apakah mazhab-mazhab seperti Zaidi, Ja’fari, dan Ibadiah adalah mazhab-mazhab Islam?

Jawab:
Membatasi fikih Islam hanya kepada Alquran suci dan sunah adalah kelalaian terhadap agama Islam dan ini telah menjadikan agama yang benar ini suatu agama yang berpandangan picik yang terbatas pada target kecil yang tidak mampu merespon berbagai keinginan manusia dan persoalan-persoalan kehidupan.

Sudut pandang mazhab-mazhab ini dalam cabang-cabang fikih berbeda. Meskipun demikian, mazhab-mazhab fikih ini berjalan di atas prinsip-prinsip Islam dan begitu juga di dalam prinsip-prinsip yang dapat diperdebatkan, perbedaan-perbedaan yang ada di antara para fukaha menyangkut cabang-cabang dari mazhab Islam adalah untuk memudahkan orang-orang dan menghilangkan berbagai kesulitan mereka.

Karena itu, dengan mempertimbangkan fakta-fakta ini, mengikuti (bertaklid) kepada salah satu mazhab-mazhab diizinkan sekalipun itu mengharuskan ia mengarah ke eklektisisme karena mazhab Maliki dan sekelompok mazhab Hanafi secara tepat mempunyai fatwanya. Dengan demikian, beramal yang didasarkan pada mazhab-mazhab Islam yang termudah atau bertaklid pada perintah-perintah termudah ketika itu mengharuskannya dan layak diizinkan, karena agama Tuhan adalah mudah, bukan agama yang sulit.

Misalnya, Allah SWT berfirman: “Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Mâidah: 3)

Karena itu, mazhab Zaidi digolongkan sebagai salah satu mazhab Islam termulia terutama sekali ketika buku yang ditulis oleh Imam Yahya bin Murtadha berjudul Al-Bahr Azh-Zhakhar Al-Jamâ, suatu ensiklopedi fikih di dalamnya tidak ada perbedaan apa pun dengan fikih dari ahlusunah kecuali mereka mempunyai perbedaan-perbedaan parsial di dalam isu-isu seperti ketidaksahan mengusap kepala atau kaki dengan ujung jari-ujung jari yang basah ketika berwudhu juga pemboikotan atas pembantaian oleh non-muslim.

Syiah Imamiah adalah mazhab Islam yang paling dekat kepada mazhab Imam Syafii. Perbedaan fikihnya dengan fikih ahlusunah hanya terkait pada tujuh belas permasalahan.

Demikian juga mazhab Ibadiah adalah mazhab yang paling dekat kepada mazhab ahluljemaah (suni) menyangkut pendapat tersebut karena perintah-perintah fikih dari para pengikutnya diturunkan berdasarkan Alquran, sunah, ijmak, dan kias (qiyâs).

Karena alasan–alasan di atas, perbedaan-perbedaan yang ada di antara para fukaha seharusnya tidak boleh dianggap sebagai tidak lazim karena agama itu dinilai sebagai realitas yang satu dan unik. Lagi pula, sumber dan asal-muasal agama semata-mata Wahyu Ilahi.

Tidak pernah terdengar bahwa perbedaan-perbedaan yang ada di antara mazhab-mazhab fikih telah memicu pertikaian atau konflik bersenjata di antara para pengikut mazhab. Semua itu karena perbedaan-perbedaan yang ada di antara mazhab-mazhab Islam berkenaan dengan fikih ilmiah dan ijtihad bersifat parsial, dan menurut Nabi Islam saw., “Karena keputusan ijtihadnya, fakih menerima pahalanya. Jika ijtihadnya sesuai, dua pahala untuknya. Jika tidak sesuai, tetap ada satu pahala untuknya.”

Dengan demikian, tidaklah tepat menisbatkan sesuatu apa pun kepada mazhab-mazhab Islam kecuali jika di dalam kerangka ini. Mazhab-mazhab yang disebutkan adalah mazhab-mazhab Islam dan fikih mereka terhormat juga didukung.

Gusdur berkata: NU itu Syiah Minus Imamah


Sebagian sikap dan pemikiran Gus Dur mendapat apresiasi dari beberapa ulama Syiah Indonesia.

“Gus Dur selalu menganjurkan kebaikan kepada kelompok minoritas, termasuk kita yang berpegang pada madzhab Ahlul Bait, Syiah. Kita merasa dibela Gus Dur dari beberapa kelompok yang akan membubarkan Syiah. Gus Dur juga selalu mengatakan bahwa Syiah itu adalah NU plus imamah dan NU itu adalah Syiah minus imamah. Bahkan beliau orang yang pertama di Indonesia yang bukan Syiah yang menggelar peringatan Asyura di Ciganjur,” kata salah seorang ulama Syiah Indonesia, Hasan Dalil, kepada Rakyat Merdeka Online, beberapa saat lalu (Jumat,1/1).

Namun demikian, kata Hasan Dalil, ada beberapa sikap Gus Dur yang mesti dikritisir termasuk keterlibatan dalam yayasan milik Israel. Menurut Pembina Sekolah Tinggi Agama Islam Madinatul Ilmi ini, masalah Israel adalah masalah hitam putih yang bukan multitafsir.

“Sikap Gus Dur sering multitafsir. Tapi berkaitan dengan Israel harus hitam putih. Israel itu menginjak-injak hak asasi manusia dan menjajah. Tentu hal ini sangat bertentangan dengan konstitusi tertinggi negara kita, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang melarang segala bentuk penjajahan. Kita kritik itu,” kata Hasan Dalil.

Namun satu hal yang menarik dari Gus Dur, kata Hasan Dalil, tidak pernah marah dan tersinggung jika dikritik. Hasan Dalil pun punya kesan pribadi dengan Gus Dur.

“Kita ulama Syiah datang pada beliau. Saya sebutkan pada beliau di kalangan atas elit dan intelektual, sudah memahami madzhab Ahlul Bait dan menghormati Ayatullah Imam Khomaini. Namun dikalangan sebagian NU di bawah ada yang masih berlaku keras pada kelompok Syiah. Saya contohkan peristiwa di Bangil. Ternyata Gus Dur langsung menelpon ulama NU Bangil dan memerintahkan untuk menjaga kelompok syiah dan mencegah segala bentuk kekerasan. Ini luar biasa,” kata Hasan Dalil.(dialogsunni-syiah.blogspot.com)

Sabtu, 06 Agustus 2011

SYIAH FOBIA


SYIAH FOBIA        

Pelajar Indonesia Lebih Ramai Di Iran Berbanding Di al-Azhar!!

Written by Pena Islam 09 March 2011

Ahmad Sarwat, Lc

Tidak kurang dari 7.000-an mahasiswa Indonesia diperkirakan sedang dan telah belajar ke Iran, sebuah negara yang notabene pusat cuci otak untuk menjadi pendukung Syiah. Kabar ini dikemukakan oleh salah seorang anggota DPR Komisi VIII, Ali Maschan Musa,

Padahal sewaktu kemarin ada evakuasi besar-besaran mahasiswa Indonesia di Mesir, ternyata jumlah mereka hanya sekitar 4.000-5.000 orang saja. Kalau yang kuliah ke Iran sampai angka 7.000, berarti ini bukan angka yang main-main.

“Saya tahun 2007 ke Iran dan bertemu dengan beberapa anak-anak Indonesia di sana yang belajar Syiah. Mereka nanti minta di Indonesia punya masjid sendiri dan sebagainya,” kata Ali dalam rapat dengan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komjen (Pol) Ito Sumardi, di ruang rapat Komisi VIII DPR, Jakarta, Kamis (3/3).

Ini berarti dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia akan diramaikan oleh demam paham Syi`ah. Karena dalam hitungan 4-5 tahun ke depan, tentu mereka akan kembali ke Indonesia dengan membawa paham yang secara tegak lurus bertentangan dengan paham umat Islam di Indonesia yang nota bene ahli sunnah wal jamaah.

Perkembangan Syiah di Indonesia
Sebenarnya untuk melihat hasil dari `kaderissasi` pemeluk syi`ah di Indonesia, tidak perlu menunggu beberapa tahun ke depan. Sebab data yang bisa kita kumpulkan hari ini saja sudah biki kita tercengang dengan mulut menganga.

Betapa tidak, rupanya kekuatan Syi`ah di negeri kita ini diam-diam terus bekerja siang malam, tanpa kenal lelah. Hasilnya, ada begitu banyak agen-agen ajaran syi`ah yang siap merenggut umat Islam Indonesia untuk menerima dan jatuh ke pelukan ajaran ini.

Iranian Corner di Perguruan Tinggi Islam
Perkembangan Iranian Corner di Indonesia khususnya Perguruan Tinggi cukup marak. Di Jakarta, Iranian Corner ada di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Muhammadiyah

Jakarta (UMJ). Jogjakarta sebagai kota pelajar malah punya tiga sekaligus, yaitu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Bisa dibayangkan, Yogyakarta, satu kota saja ada 3 Iranian Corner; yang satu UIN, yang dua Muhammadiyah. Di Malang juga ada di Universitas Muhammadiyah Malang.

Islamic Cultural Center (ICC)
Di Indonesia Iran memiliki lembaga pusat kebudayaan Republik Iran, ICC (Islamic Cultural Center), berdiri sejak 2003 di bilangan Pejaten, Jakarta Selatan. Dari ICC itulah didirikannya Iranian Corner di 12 tempat tersebut, bahkan ada orang-orang yang aktif mengajar di ICC itu.

Dii antara tokoh yang mengajar di ICC itu adalah kakak beradik: Umar Shihab ( salah seorang Ketua MUI -Majelis Ulama Indonesia Pusat) dan Prof Quraish Shihab (mantan Menteri Agama), Dr Jalaluddin Rakhmat, Haidar Bagir dan O. Hashem. Begitu juga sejumlah keturunan alawiyin atau habaib, seperti Agus Abu Bakar al-Habsyi dan Hasan Daliel al-Idrus.

Undangan Cuci Otak ke Iran
Siapa yang menolak kalau diundang jalan-jalan ke luar negeri. Buat banyak orang di negeri kita, jalan-jalan ke luar negeri memang sudah jadi demam tersendrii, tidak terkecuali para anggota DPR.

Nah, sifat norak dan kampungan seperti itu juga dimanfaatkan oleh Iran untuk memberikan jalan-jalan gratis ke pusat-pusat pengajaran Syi`ah di Iran. Sudah tidak terhitung tokoh Islam Indonesia yang diundang untuk berkunjung ke Iran, tentu saja judulnya bukan cuci otak, tetapi atas nama studi banding dan sejenisnya.

Namun rata-rata tokoh yang sudah pernah diundang kesana, begitu pulang bicaranya penuh pembelaan kepada Syi`ah, bahkan ada yang menganggap perbedaan Syi`ah dengan Sunni bukan perbedaan prinsipil dan sebagainya. Tanpa malu-malu mereka telah menjilat Iran, padahal negeri itu adalah pembantai ulama-ulama Sunni, bahkan penghancur masjid-masjid dan kitab-kitab rujukan Sunni.

Beasiswa Pelajar ke Iran
Syi’ah merekrut para pemuda untuk diberi bea siswa untuk dibelajarkan ke Iran. Kini
diperkirakan ada 7.000-an mahasiswa Indonesia yang dibelajarkan di Iran, disamping sudah ada ribuan yang sudah pulang ke Indonesia dengan mengadakan pengajian ataupun mendirikan yayasan dan sebagainya.

Sekembalinya ke tanah air, para lulusan Iran ini aktif menyebarkan faham Syi’ah dengan membuka majelis taklim, yayasan, sekolah, hingga pesantren.

Di antaranya Ahmad Baraqbah yang mendirikan Pesantren al-Hadi di Pekalongan (sudah hangus dibakar massa), ada juga Husein al-Kaff yang mendirikan Yayasan Al-Jawwad di Bandung, dan masih puluhan yayasan Syi’ah lainnya yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.

Catatan :
Begitu khawatir dan takutnya sekte wahabi terhadap perkembangan Islam di Indonesia,sampai sampaimereka sempat ngurusi sensus pelajar Indonesia di Iran

Jumat, 05 Agustus 2011

Ajaib, Wanita Ini Mengandung Seekor Ular

Perutnya membuncit, dia membesarkan ular dalam perutnya selama tujuh bulan.

Kamis, 4 Agustus 2011, 06:33 WIB
Anda Nurlaila, Febry Abbdinnah
Rasheedan Bibi (kanan) dan anak-anaknya (hefamily.org)

VIVAnews - Di usia separuh baya, Rasheedan Bibi, merasa tak mungkin lagi dapat mengandung anak. Saat merasakan perutnya membuncit layaknya wanita hamil, ia tentu menyangka dirinya tengah mengandung bayi.

Selang tujuh bulan kemudian, perutnya makin membesar. Tapi, dia makin merasa sakit seiring perutnya kian membuncit. Merasa ada kejanggalan di kehamilannya, Bibi pun cemas.

Warga Chora Saggar, Pakistan, ini akhirnya memutuskan untuk memeriksakan kandungannya ke rumah sakit terdekat--walaupun sehari-hari dia hidup dililit kemiskinan. Dokter yang menanganinya lalu memutuskan untuk melakukan pindai USG.

Dan ... astagfirullah!
Bukan sulap bukan sihir, hasil USG menunjukkan bahwa selama tujuh bulan dia membesarkan seekor ular di dalam perutnya.

Diduga, kejadian aneh bin ajaib ini bermula dari air yang dia minum. Ketika itu, Bibi meminum air lewat kendi di rumahnya. Dia menduga, saat itu terdapat benih ular di dalam air yang lalu menyusup masuk ke perutnya seiring dia menenggak air. Keanehan sudah terasa dua bulan berselang. Bibi mulai merasakan sakit pada perutnya yang mulai membesar. Nafsu makannya pun melonjak. Dia bahkan sanggup menghabiskan 14 potong roti dalam sehari.

Untuk mengeluarkan ular dari dalam tubuhnya, dokter minta dia untuk dibedah. Miskin tak punya uang, Bibi pun meminta pertolongan Perdana Menteri Pakistan, Punjab CM. Untunglah, pemerintah Pakistan mengabulkan permintaannya dan ular yang kini berukuran besar itu pun berhasil dikeluarkan dari perut perempuan malang itu. (Sumber: themorningstar.co.uk | kd)

Ayatullah Sayyid Ali Khamenei(ra)

Iftar, refers to the evening meal for breaking the daily fast during the Islamic month of Ramadan. Or a meal served at the end of the fasting day during Ramadan, to break the day's fast. Literally, "breakfast." Iftar during Ramadan is often done as a community, with Muslims gathering to break their fast together.

The time for Iftar is 12 to 15 minutes after Sunset. It is better to offer 'Magrib Namaz/salat' and then break one's fast, preferably with water, milk or dates.

The following Dua may be recited at the time of breaking one's fast:

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَ عَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ وَ عَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ

ALLAAHUMMA LAKA S'UMTU WA A'LAA RIZQIKA AFT'ARTU WA A'LAYKA TAWAWKKALTU

O my Allah, for Thee, I fast, and with the food Thou gives me I break the fast, and I rely on Thee

بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ لَكَ صُمْنَا وَ عَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْنَا فَتَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

BISMILLAAH ALLAAHUMMA LAKA S'UMNAA WA A'LAA RIZQIKA AFT'ARNAA FA-TAQABBAL MINNAA INNAKA ANTAS SAMEE-U'L A'LEEM

In the name of Allah, O Allah, we fast, and with the food Thou gives us we break the fast, an obligation we fulfill, and Thou art Hearer, Knower

While taking the first mouthful recite:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ يَا وَاسِعَ الْمَغْفِرَةِ اغْفِرْ لِى

BISMILLAAHIR RAH'MAANIR RAH'EEM YAA WAASI-A'L MAGHFIRATI IGHFIR LEE

In the name of Allah, the Beneficent, the Merciful, O He whose indulgence is boundless, forgive me.

Alm Ustadz Syegaf Al Jufri dan Wasiatnya


Sabtu lalu (23/7/2011), tepatnya pukul 07.20 WIB, Ustadz Syegaf bin Husein Al-Jufri, tokoh yang dituakan komunitas Ahlul Bait di nusantara, tutup usia pada umur 78 tahun. 

Pada tahun 1932, Ustadz Syegaf bin Husein Al-Jufri lahir di kota Solo. Beliau termasuk pengusaha batik sukses. Meski demikian, beliau tidak meninggalkan dunia pendidikan yang ditekuni semenjak muda, bahkan anak-anak.. 

Almarhum Ustadz Syegaf bin Husein Al-Jufri berhutang budi pada sekolah Rabithoh Al Alawiyah dan seorang ulama, Habib Ahmad bin Abdullah Assegaf yang juga sastrawan Arab dan pengarang buku sastra "Fataat Garut."

 
Di masa hidupnya, Ustadz Syegaf menunjukkan kecintaan luar biasa pada ilmu dan ulama. Hal itu tercermin pada rasa hormatnya yang luar biasa kepada Ustadz Husein Al-Habsyi. Beliau juga sangat dekat dengan Ustadz Husein Al-Habsyi. Karena kedekatannya, Ustadz Syegaf menyambungkan tali persahabatan ke ikatan persaudaraan dengan menikahkan putrinya dengan salah satu putra Ustadz Husein Al-Habsyi. 

Semasa beliau hidup, Almarhum Ustadz Syegaf mempelajari dan memperdalam buku-buku Ahlul Bait seperti Nahjul Balaghah, Ghurarul Hikam dan Tafsir Mizan, karya Allamah Thathaba'i. Kecintaan Ustadz Syegaf pada ilmu dapat dilihat dari koleksi ribuan buku yang tersimpan di perpustakaan rumahnya. Perpustakaan itu terletak di latar rumahnya yang juga sering dijadikan sebagai pengajian dan diskusi ilmiah.

Di latar rumahnya, Almarhum Ustadz Syegaf seringkali mengadakan pengajian-pengajian umum yang dihadiri ribuan peserta. Selain itu, beliau juga seringkali melakukan diskusi-diskusi ilmiah dalam sekup terbatas untuk mengkaji berbagai topik yang lebih mendalam seperti kajian filsafat. 

Selain itu, Ustadz Syegaf juga mempunyai jiwa seni yang luar biasa. Beliau mahir memainkan biola. Bahkan setelah diskusi, para peserta seringkali dihibur dengan kemahiran memainkan biolanya. Karena jiwa seni ini, Ustadz Syegaf tergolong sebagai tokoh yang unik.

Sosok Ustadz Syegaf Al Jufri
Almarhum Ustadz Syegaf Al Jufrie di kalangan komunitas Ahlul Bait lebih cenderung dikenal sebagai tokoh yang dituakan. Bahkan banyak orang yang lebih mengenal beliau dengan panggilan "Ami Syegaf." Ami dalam bahasa Arab berartikan paman. Istilah "Ami" juga seringkali digunakan untuk menghormati orang yang dituakan.

Di masa hidupnya, Ustadz Syegaf benar-benar mencerminkan sosok yang mulia dan sabar. Beliau juga dikenal dengan jiwa yang rendah diri kepada siapapun, khususnya masyarakat kecil. Mahasiswa yang datang bertemu dengan Ustadz Syegaf di rumahnya, selalu ditanya ongkos pulang. 

Mengenai kesabaran Ustadz Syegaf, ada cerita menarik yang bisa menjadi tauladan bersama. Ketika salah satu anaknya yang bernama Haidar Al Jufri meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan, beliau berusaha tabah atas peristiwa tersebut. Bahkan beliau memaafkan supir bus yang menabrak mobil yang dikendarai anaknya, tanpa jaminan apapun. 

Ketika melihat supir bus di pengadilan, Ustadz Syegaf kepada hakim, dengan tegas menyatakan memaafkan supir bus tersebut. Ketika ditanya anak-anaknya, mengapa harus memaafkan supir bus tersebut, Ustadz Syegaf menjawab, "Kecelakaan itu diluar kehendaknya. Supir itu juga punya keluarga yang harus dihidupi." 

Mayor Husein Masyhur yang juga menjadi korban kecelakaan bersama anaknya, bahkan sempat koma hampir satu tahun lebih, melanjutkan ceritanya dan mengatakan, " Supir bus itu bahkan sempat disantuni oleh Ami Syegaf. Padahal Haidar adalah di antara anak kesayangannya dan paling dekat dengan ayahnya." Semua cerita ini menunjukkkan ketabahan, kedermawanan dan perhatian beliau kepada orang kecil seperti supir bus. 

Selain itu, Ustadz Syegaf menaruh penghormatan yang luar biasa kepada orang tuanya, khususnya ibu. Di masa kecilnya, keluarga Ustadz Syegaf termasuk miskin. Karena kondisi ekonomi yang sulit saat itu, Ustadz Syegaf bahkan sempat membantu ekonomi keluarga dengan menjual telur asin yang dibuat oleh ibunya ke kampung-kampung. 

Selaku anak terbesar, Ustadz Syegaf menunjukkan perhatian yang besar kepada adik-adiknya. Di mata keluarganya, Ustadz Syegaf diakui sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, suami yang baik kepada istrinya dan ayah tauladan bagi anak-anaknya.

Di kalangan anak-anak muda, Ustadz Syegaf dikenal sebagai sosok motivator yang baik. Banyak mahasiswa dari Yogya berbondong-bondong mendatangi Ustadz Syegaf untuk mendapatkan motivasi dari beliau."Ketika mau berangkat melanjutkan pendidikan ke luar negeri, saya mendapat nasehat sidq al niyah atau ketulusan niat.  Nasehat itu benar-benat terngiang hingga kini," kata Muhammad, seorang mahasiswa asal Yogya yang terkenang dengan nasehat Ustadz Syegaf.

Hisyam Suleiman ketika mengenang Ustadz Syegaf Al Jufrie,  mengatakan, "Almarhum Ustadz Segaf Al Jufrie selalu memanggil anak muda dengan panggilan Anakku. Ini menunjukkan rasa cinta yang dalam kepada anak-anak muda." "Beliau adalah orang yang alim, tapi juga humoris. Anak-anak muda sangat mencintainya. " tambah Hisyam

Wasiat
Sebelum wafat, Ustadz Syegaf sebagai tokoh yang dituakan di kalangan komunitas Ahlul Bait di nusantara, meninggalkan wasiat-wasiat. Sebagaimana disampaikan anak-anaknya, Ustadz Syegaf sebelum meninggal, berpesan untuk menjauhi maksiat, bertakwa kepada Allah Swt, berbakti kepada orang tua serta memohon ampun dan mendoakan kedua orang tua.

Selain itu, Ustadz Syegaf juga berwasiat supaya memupuk belas kasih kepada sesama, tidak boleh merasa paling baik dan benar. Muhammad Adinegoro ketika menjelaskan pesan ayahnya, mengatakan, "Saat berhadapan dengan seseorang, anggaplah orang yang ada di depanmu lebih baik dari kamu."

Bagir Al Jufri dalam menjelaskan pesan ayahnya sebelum meninggal dunia, mengatakan, "Abah (baca; Ayah) selalu berpesan kepada keluarga, sahabat dan komunitas Ahlul Bait supaya selalu menjaga ukhuwah islamiyah dan menghindari segala hal yang bersifat sensitif."
"Jalinlah silaturahmi kepada orang-orang yang memusuhi kita, " jelas Husein Jufri , salah satu anak Ustadz Syegaf, ketika menjelaskan wasiat ayahnya.

Lebih lanjut Damar mengatakan, "Saya ketika duduk berdua dengan Ami Syegaf pada suatu malam. Tiba-tiba, beliau berpesan bahwa dunia itu menipu. Pesan itu memang sederhana, tapi nasehat itu terus terngiang hingga kini."

Ustadz Syegaf pulang ke rahmatullah pada hari Sabtu, tanggal 23 Juli 2011. Pada hari itu juga, jenazah beliau dimakamkan di kota Solo. Seusai acara pemakaman, seorang ustadz mengenang perhatian besar Ustadz Syegaf atas Hari Al-Quds Sedunia yang diperingati setiap jumat terakhir pada bulan Ramadhan, dan mengatakan, "Meski sakit dalam kondisi infus, tolong bawa saya dalam acara Al-Quds." (IRIB/AR)

Selasa, 02 Agustus 2011

Kapan Imam Ali as menjadi Washi Rasulullah saww ?

Tarikh Thabari biar ente PahaM ...... Hadith al-Dar atau al-Indhar (Hadith jemputan di rumah atau hadith peringatan) Sabda Nabi SAWW:"Ini 'Ali saudaraku, wazirku, wasiku dan khalifahku selepasku." Hadith ini telah diriwayatkan oleh para penghafal, para ulama hadith, sirah, dan sejarah dari golongan Sunnah dan Syi'ah di dalam Sahih-sahih dan Musnad-musnad mereka. 

Mereka mengakui kesahihan dan kemuliaannya serta perawinya yang ramai. Lantaran itu tidak heranlah jika ianya diterima oleh sejarawan-sejarawan umat Islam kerana ianya adalah jelas dan nyata, tidak ada kesamaran lagi bahwa hadith ini datangnya dari Rasulullah SAWW pada permulaan dakwahnya. 

Al-Tabari telah menyebutkannya di dalam Tarikhnya (Tarikh, II, hlm. 216. ) dari Abu Hamid bahwa dia berkata:"Salmah telah memberitahukan kami dan dia berkata: Muhammad b. Ishak telah memberitahukan kepadaku dari 'Abdu l-Ghaffar b. al-Qasim dari al-Minhal dari 'Umar dari 'Abdullah b. al-Harith b. Naufal b. al-Harith b. 'Abdu l-Muttalib dari 'Abdullah b. 'Abbas dari 'Ali bin Abu Talib AS berkata:Manakala ayat al-Indhar (al-Syuara'(26): 214):"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat" diturunkan ke atas Rasulullah SAWW, beliau memanggilku dan berkata: “Wahai 'Ali! Sesungguhnya Allah telah memerintahkanku supaya memberi peringatan kepada keluarga anda yang terdekat.

Maka akupun merasa cemas, kerana aku mengetahui bahwa apabila aku kemukakan kepada mereka perkara ini, aku akan lihat apa yang aku tidak meyukainya. Maka beliau terus berdiam diri mengenainya sehingga datang Jibra'il dan berkata: Wahai Muhammad! Sekiranya anda masih tidak melaksanakan apa yang diperintahkan kepada anda, nescaya anda akan disiksa oleh Tuhan anda. Justeru itu sediakanlah (wahai 'Ali) untuk kami segantang makanan dan letakkan di atasnya satu kaki kambing serta isikan untuk kami satu bekas yang berisi susu. 

Kemudian kumpulkan untukku Bani Abdu -Muttalib sehingga aku sendiri bercakap kepada mereka dan menyampaikan apa yang diperintahkan kepadaku. Maka aku melakukan apa yang diperintahkannya. Kemudian aku menjemputkan mereka untuknya. Bilangan mereka pada hari itu lebih kurang empat puluh orang lelaki. 

Di antaranya bapa-bapa saudaranya Abu Talib, Hamzah, al-'Abbas dan Abu Lahab. Apabila sahaja mereka berkumpul di tempatnya, beliau memanggilku supaya membawa makanan yang aku sediakan untuk mereka. Manakala aku meletakkanya, Rasulullah SAWW mengambil sepotong daging dan memecahkannya dengan giginya. Kemudian mencampakkannya di tepi hidangan itu, kemudian beliau bersabda: Ambillah kalian dengan nama Allah. Orang ramai memakannya sehingga kenyang. Aku tidak melihat melainkan tempat tangan mereka. 

Demi Allah di mana jiwa 'Ali di tanganNya. Sekiranya seorang dari mereka memakannya, nescaya aku tidak dapat mengemukakannya kepada yang lain. Kemudian beliau bersabda:"Berikan minuman kepada mereka semua," maka aku membawa kepada mereka bekas itu. Mereka meminumnya sehingga puas. Demi Tuhan sekiranya seorang dari mereka meminumnya nescaya ianya tidak akan mencukupi untuk orang lain. Apabila Rasulullah SAWW ingin bercakap kepada mereka, Abu Lahab mendahuluinya dan berkata:"Sahabat kalian telah menyihirkan kalian. 


Maka orang ramaipun bersurai tanpa memberikan kesempatan kepada Rasulullah SAWAW untuk memperkatakan sesuatu kepada mereka. Maka beliau bersabda:"Besok wahai 'Ali sesungguhnya lelaki ini telah mendahuluiku sebagaimana anda telah mendengarnya. Maka orang ramaipun bersurai sebelum sempat aku memperkatakan kepada mereka. Justeru tiu sedialah makanan untuk kami sebagaimana anda telah menyediakannya kelmarin. 

Kemudian kumpulkan mereka untukku. Maka akupun melakukannya. Kemudian aku mengumpulkan mereka. Kemudian beliau memanggilku supaya aku membawa makanan itu. Maka akupun membawanya kepada mereka. Beliau melakukannya sebagaimana beliau telah melakukannya kelmarin. Mereka makan sehingga kenyang. Kemudian beliau bersabda:"Berikan mereka minuman," maka akupun membawa minuman campuran susu itu. Lalu mereka meminumnya dengan sepuas-puasnya. 

Kemudian Rasulullah SAWW bercakap dan bersabda:"Wahai Bani ABdu l-Muttalib! Sesungguhnya demi Tuhan aku tidak mengetahui seorang pemuda Arab yang datang kepada kaumnya dapat mengemukakan apa yang lebih baik dari apa yang aku kemukankan untuk kalian. Sesungguhnya aku akan membawa kepada kalian kebaikan dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah telah memerintahkanku supaya menyeru kalian kepadaNya. Maka siapakah di kalangan kalian yang akan membantuku di dalam urusan ini dan dialah yang akan menjadi saudaraku, wasiku, dan khalifahku pada kalian? Dia ('Ali) berkata: Orang ramai mulai merasa cemas mengenainya.

Maka akupun berkata: Sesungguhnya aku adalah orang yang paling muda di kalangan mereka, orang yang paling mengidap sakit mata di kalangan mereka, orang yang paling besar perut di kalangan mereka, dan orang yang paling kecil betisnya di kalangan mereka. Aku, wahai Nabi Allah, akan menjadi wazir anda di dalam perkara itu, maka beliaupun memegang tengkukku. Kemudian dia bersabda:"Sesungguhnya ini adalah saudaraku, wasiku dan khalifahku pada kalian. Maka dengarlah kalian kepadanya, dan patuhilah." Beliau berkata: Orang ramai bangun dan ketawa sambil berkata kepada Abu Talib, sesungguhnya beliau telah memerintahkan anda supaya mendengar anak anda dan mematuhinya.( Sarah Farouk)

IBN SABA' IS THE REAL MAN

oleh Ma Mustofa pada 29 Juli 2011 jam 13:59
اعوذبالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الحيم, اللهم صلى على محمد و على ال محمد

Salah satu yang menjadi senjata bagi orang-oraang munafiq dalam menentang dan menyerang keyakinan muslim Syiah adalah mereka mengkait-kaitkan cerita Ibn Saba' sebagai orang nomer wahid dalam mengasaskan mazdhab ini, akhirnya Syiah dijuluki oleh musuh-musuhnya dengan julukan Saba'iyah. sumber awal tentang Ibn Saba' digulirkan oleh para sejarawan sunni, diantaranya yang menjadi rujukan cerita Ibn Saba' adalah At Thabari dalam kitab tarikhnya, Ibn Asakir atau Ad Dzahabi, 

Pun demikian dengan orang-orang sebelumnya seperti Ibn Katsir, Ibn Atsir, Ibn Khaldun, Abu Fida'. adapun penulis setelahnya adalah seperti Rasyid Ridho, Ahmad Amin dll. kesemua penulis tersebut merujuk pada at Thabari, Ibn Asakir atau Ad Dzahabi. adapun cerita mereka semua berisnad kepada satu orang yaitu Saif ibn Umar at tamimi al usadi yg meninggal th 170 H. ya meskipun si Saif ini dituduh bohong dan ditentang oleh ulama' seperti an Nasa'i, al Hakim, Abu Dawud, ibn Hajar, Ibn Hibban, Ibn Abd al Bar dan selain mereka.

Disini aku tidak akan membahas tentang pendapat para ulama’ mengenainya. dan anggaplah si Saif itu jujur dalam masalah ini ya meskipun dia tertuduh sebagai pembohong. dalam hal ini mari kita telusuri hakikat tentang Ibn Saba' itu sendiri, dan anggaplah jika dia adalah THE REAL MAN alias seseorang yang bener-bener nyata dan ada. oleh karena itu mari kita selidiki siapakah ibn saba' dalam literatur sunni serta tingkah lakunya.

Ibnu Saba’ dalam literatur muslim sunni disebut sebagai berasal dari Ssana’a dan dia adalah dari ahl kitab alias yahudi tulen, Ibn Saba’ dinisbatkan kepada wilayah Saba’, tapi tentunya banyak sekali orang-orang yang memperoleh julukan ibn Saba’. Ibn Saba’ dijadikan pihak yang tertuduh atas munculnya fitnah-fitnah serta kekacauan pada masa kekhalifahan Usman ibn Affan sehingga pemerintahannya menjadi tidak stabil, dan sebelum kekhalifahannya tidak ada satupun sejarawan yang menyebut akan eksistensi Ibn Saba’ pada masa Abu Bakar maupun Umar ibn Khattab. 

Disini perlu dipertanyakan, siapakah ibn saba’ yang bisa membuat kekacauan sedemikian besarnya sehingga berakhir pada pembunuhan Usman ibn Affan,???. Apakah Ibn Saba’ itu orang hebat sehingga dia bisa mendikte sahabat-sahabat besar semacam Abu Dzar al ghiffari untuk melakukan penentangan terhadap Muawiyah di syiria dan usman di madinah..??? Lalu apakah Abu Dzar teramat tolol dalam memahami agama Islam sehingga ia membutuhkan ilmu dari Ibn Saba’ al yahudi.

Ada satu cerita bahwa pada suatu hari ketika Abu Dzar pulang dari Syiria, beliau berkata kepada Usman “kurang baik jika seseorang hanya memberikan zakatnya saja, dan ada sebaiknya ia juga memberiakan infaq kepada orang yang meminta-minta, memberi makan kepada mereka yang kelaparan, dan berinfaq di jalan Allah”. Maka ka’ab al ahbar al yahudi yang ketika itu hadir dalam tempat itu berkata,”sudah cukup jika seseorang sudah menunaikan kewajibannya”. 

Mendengar jawaban tersebut Abu Dzar marah kepadanya dan berkata kepada ka’ab, “ Hai kamu anak ahlul kitab (yahudi), apa maksudmu??? Apakah kamu akan mengajari kami dengan agama kami”??? kemudian Abu Dzar memberinya pukulan dengan tongkat. (murujud dhahab).

Abu Dzar pada masa Umar pergi ke Syria dan beliau masih tetap ada di sana pada masa Usman, beliau menyebarkan agama serta nasehat2 dari Nabi, gubernur syria saat itu yakni Muawiyah ibn Abu Sofyan tidak suka akan keberadaan beliau, karena Abu Dzar dengan lantang mengucapkan kebenaran tanpa rasa takut sedikitpun, namun Muawiyah sendiri tidak bisa berbuat apa-apa, Abu dzar selama di Syiria terus mengkritik secara terang-terangan pemerintahan Usman di madinah yang korup, melanggar hukum quran serta tidak adil tehadap rakyat, tapi akhirnya Muawiyah mengirimkan surat ke Madinah supaya Usman memanggil Abu Dzar ke Madinah dan tidak lagi di Syria untuk melakukan provokasi. 

Setibanya di Madinah dan Abu Dzar menghadap Usman, maka Usman ibn Affan berkata, “Aku sudah tahu bahwa engkau ( Abu Dzar) mau mengatakan jika nabi pernah bersabda : ketika bani Umayyah telah mencapai bilangan 30 maka mereka akan menganggap kota-kota Allah sebagai kota mereka, makhluk-makhluk Allah sebagai budak mereka, dan agama Allah sebagai alat penghianatan mereka”, maka Abu Dzar berkata jika beliau pernah mendengar Nabi berkata demikian, usman ingin mendustakan abu dzar tapi ia tidak berani karena ia tahu bahwa nabi sendiri pernah berkata bahwa Abu Dzar adalah orang yang jujur, jika usman mendustakan Abu Dzar berarti usman juga menuduh Nabi berbohong. 

Akhirnya Usman diam saja, dan setiap Abu Dzar bertemu dengan Usman, maka Abu Dzar membacakan surat at taubah ayat 34-35: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."

Dan ketika Usman menjanjikan Abu Dzar dengan uang dan emas dengan niatan menyuap Abu Dzar dan supaya Abu Dzar tidak lagi berbicara lantang dan keras serta kebenaran mengenai diri usman yang korup dan tidak adil, maka Abu Dzar menolaknya dengan entah-mentah, dan ketika cara tersebut tidak berhasil maka usman pun mengusirnya dari medinah ke Rabadhah dan mengutus marwan yang pernah diusir nabi keluar madinah untuk mengusir Abu Dzar.

Dalam literatur muslim sunni juga banyak disebutkan bahwa ada beberapa sahabat yang sangat lantang menentang penyimpangan yang dilakukan oleh Usman ibn affan dan gubernurnya muawiyah di syam. Ya dialah Ammar ibn yasir, ammar melakukan banyak sekali profokasi di masyarakat terhadap kepemimpinan usman ib affan yang telah menyimpang jauh dari quran. 

Bahkan ibn qutaibah dalam kitab sejarahnya menyebutkan bahwa muawiyah pernah berkata kepada Ammar...”dan kamu Ammar akan menjadi tertuduh atas pembunuhan Usman”..... maksudnya jika Usman ibn Affan mati karena pergolokan yang terjadi akibat provokasi yang dilancarkan sahabat-sahabat besar maka Ammar adalah orang yang akan dijadikan tersangka utama. 

Tapi sayangnya dalam literatur ulama’ sunni tidak disebutkan adanya upaya Usman maupun Muawiyah untuk menekan ibn saba’...!!! bukankah dia dijadikan sebagai sang inovator dalam pemberontakan masyarakat terhadapa kepemimpinan usman..!!! padahal usman sendiri tidak diam terhadapa tindakan sahabat-sahabat besar seperti Abu dzar dan Ammar ibn Yasir. 

Telah diketahui oleh banyak ulama’ sejarah maupun hadist bahwa cara yang digunakan oleh Uman ibn Affan untuk melenyapkan Abu Dzar adalah dengan cara mengusirnya dari madinah supaya Abu Dzar tidak lagi melakukan provokasi menentang kedholiman usman, Abu Dzar diusir dari Madinah dan diasingkan ke Rabadzah, dan akhirnya Abu Dzar meninggal disana (32 H) yang hanya ditemani anak perempuannya saja karena istrinya telah meninggal terlebih dulu (nabi pernah berkata kepada abu dzar jika ia nanti akan meninggal dalam keterasingan dan kesendirian ). 

Lalu apakah setelah Abu Dzar meninggal bentuk provokasi telah hilang dan usman bisa aman dari gangguan-gangguan yang dilancarkan sahabat untuk menentang kepemimpinannya yang korup dan menyimpang dari agama...??? tentu tidak, karena masih ada satu lagi sahabat2 nabi yang sangat vokal demi menentang usman serta kroni-kroninya dan ia laksana memiliki hak veto, ya dialah Ammar ibn Yasir. 

Pada tahun 35 H, ketika fitnah menerpa Usman dan Usman sendiri tidak bisa menepis atas isu tersebut, Ammar terus melakukan provokasi dan Bani Makhzum telah berlepas diri dari pemerintahan Usman, keberanian ammar ini tak pantang surut meskipun ia sering memperoleh tekanan dari kalangan Bani Umayyah. Sampai-sampai dalam suatu pertemuan Ammar telah diancam oleh Muawiyah untuk dijadikan tertuduh utama jika terjadi pembunuhan terhadap Usman ibn Affan..... (Ibn Quraibah ; tarikh khulafa’ jilid 2)

Ammar sendiri tidak takut akan ancaman apapun, dia tetap saja berucap lantang jika Usman telah mengabaikan kepentingan rakyat banyak, dan Usman telah menghidupkan adat jahiliyah yang telah ditumpas oleh Nabi.

Diceritakan oleh ibn Qutaibah dalam kitabnya (  Fi Imamah wa Siyasah) : ketika sejumlah orang (sahabat) berjanji untuk memberikan al kitab (surat untuk Usman supaya dia berhukum dengan al Qu'ran) kepada Usman, diantara mereka ada Ammar ibn Yasir, Miqdad dan semuanya berjumlah 10 orang, ketika mereka berangkat untuk menyerahkan surat kepada Usman, sementara surat ada pada tangan Ammar, maka mereka meninggalkan Ammar dengan sembunyi-sembunyi hingga akhirnya Ammar tinggal sendirian. 

Ketika Ammar sampai kerumah Usman, Ammar meminta izin masuk, ketika ia masuk ia mendapati di rumah Usman Marwan ibn Hakam dan keluarganya dari bani Umayyah. Lau Ammar menyerahkan tulisan tersebut kepada usman, setelah Usman membacanya ia bertanya kepada Ammar, “apakah kamu yang menulisnya...???” Ammar menjawab,”benar saya yang telah menulisnya”.

Kemudian usman bertanya siapa yang ada dibelakang Ammar untuk medukungnya, tapi Ammar tidak memberitahukannya. Kemudian usman berkata kepadanya,”kenapa kamu berani sekali dengan memberikan surat ini sendirian???” maka Marwan berkata, “ wahai amirul mu’minin’ BUDAK HITAM INI (IBNU SAUDA’) telah bersikap lancang kepadamu dihadapan banyak orang, jika tuan membunuhnya, maka saya akan pura-pura tidak tahu, kemudian Usman berkata kepada orang-orang ,”pukulilah dia (Ammar)”, maka Marwan dan keluarganya dari bani Umayyah memukulinya, dan Usman sendiri turut serta memukulinya hingga perut Ammar sobek dan akhirnya ammar jatuh pingsan, kemudian tubuh Ammar dilemparkannya keluar, lalu ummul mu’minin ummu Salamah memerintahkan orang untuk mengangkut tubuh Ammar dan membawanya masuk ke dalam rumah. 

Karena peristiwa tersebutlah bani Mughirah (merupakan sekutu bani Umayyah sejak dulu) berkata kepada Usman, “jika Ammar meninggal gara-gara pemukulan ini, maka kami akan menuntut balas dari salah satu pemimpim bani Umayyah”, tapi usman berkata dengan berlagak pilon dengan menjawab, “aku tidak tahu menahu”.

Ada hal lain yang dilakukan oleh Ammar yang membuat Usman sangat marah, dan diantaranya adalah yang dijelaskan oleh al Ya’qubi dalam kitab sejarahnya, “Ibn Mas’ud sering marah  kepada Usman hingga akhir hayatnya” ya karena Usman sendiri pernah menyuruh orang-orangnya untuk menyeret Ibn Mas’ud sampai-sampai tulang rusuknya retak. 

Dan ketika Ibn Mas’ud meninggal dan dimakamkan, Ammar ibn Yasir ikut mensholati jenazahnya, akan tetapi Usman tidak diberitahu akan kematian Ibn Mas’ud. Lalu ketika usman melihat adanya kuburan baru, usman bertanya kubur siapakah ini, lalu dijawab orang-orang  ini adalah kubur Ibn Mas’ud, lalu Usman berkata kenapa ia tidak diberi tahu, lalu dijawab oleh orang-orang, ini adalah perintah dari Ammar ibn Yasir, katanya Ammar medapat wasiat untuk tidak memberi tahukan kematiannya kepada Usman, 

Demikian pula ketika Miqdad meninggal Usman tidak diberi tahu oleh Ammar ibn Yasir, maka akibat dari ulah Ammar inilah kemarahan usman makin menjadi-jadi terhadap Ammar, Usman berkata, “”katerlaluan anak kulit hitam itu (IBNU SAUDA’) akulah yang lebih mulia dari dia (ammar)”...(ibn qutaibah, fi imamah was siyasah).

Maka Usman dan klan Bani Umayyah yang pertama kalinya memberikan julukan IBNU SAUDA kepada Ammar ibn Yasir, ucapan Usman ini akhirnya mejadi masalah besar, karena ini merupakan penghinaan terhadap ibu Ammar yaitu Sumayyah, wanita muslim yang termasuk kalangan pertama masuk islam (assabiqunal awwalun) dialah wanita dan bersama suaminya ( Yasir  ) yang pertama kali mati syahid dalam dunia Islam demi memegang teguh agama islam.

Julukan inilah yang akhirnya menjadi nama resmi yang ditujukan kepada Ammar oleh Bani Umayyah. Julukan ibnu sauda’ inilah yang akhirnya menjadi kesalahan perujukan dari Ammar ibn Yasir ( ibnu Sauda’) menjadi Ibnu Saba’ yang kemudian kesalahannya lebih jauh dengan menamakan Abdullah bin Saba’, beliau adalah orang yang paling getol dalam merongrong kekuasann Usman di madinah, dialah sahabat Rosul (dan sahabat lain) yang teguh memegang Islam dan yang telah memprovokasi rakyat untuk menentang kepemimpinan Usman yang korup dan menyimpang dari sendi-sendi ajaran quran, dan selain Ammar ibn yasir dan Abu dzar, saya tidak mengetahui adanya sahabat yang begitu vokal dalam membeberkan kebejatan dan penyimpangan Usman serta para kroninya dikalangan Bani Umayyah.


KESIMPULAN
Ibn Saba’ dikatakan sebagai orang yang pertama mengemukakan teori bahwa nabi berwasiat kepada Ali ibn thalib dan Ali adalah manusia termulia setelah Nabi saww, dalam hadist yang saya pelajari tentang wasiat nabi kepada Ali dan kedudukannya yang mulia dalam literatur kitab2 ulama’ muslim sunni, tidak ada satupun rangkaian dalam sanadnya atas nama ibn saba’, hal ini telah mematahkan tuduhan atas diri syiah jika yang mengasaskan keyakinan mereka adalah berasal dari ibn saba’ 

Ibn saba’ dikatakan sebagai orang merongrong kekuasaan usman di madinah serta gubernur Usman di Syiria yaitu Muawiyah, namun sejarah yang ditulis oleh ulama’ dari muslim sunni telah menyebutkan dengan jelas bahwa yang merongrong serta memrovokasi masyarakat terhadap kedhaliman usman serta kroni-kroninya dan berakhir pada pembunuhan usman adalah dari kalangan sahabat2 Nabi sendiri, seperti ; Ammar ibn Yasir, Abu Dzar al Ghiffari, Thalhah, Zubair, Muhammad ibn Abu Khudzaifah, Muhammad ibn Abu Bakar dll. 

Jika Usman ibn Affan saja berani berlaku kasar dan keterlaluan terhadap sahabat besar nabi seperti Abu Dzar dan Ammar ibn Yasir, lalu kenapa usman juga tidak berlaku yang sama terhadap Ibn Saba’, ini tak lain karena ibn saba’ dan ibn sauda’ adalah satu orang, ya dialah Ammar ibn Yasir sahabat Nabi Saww 

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang profesor sunni dari Damaskus yaitu Profesor Muhammad Kurdi Ali beliau menulis, “.....Adapun yang diungkapkan oleh sebagian penulis bahwa mazdhab Syiah adalah bid’ah yang dibuat oleh abdullah Ibn Saba’, yang terkenal dengan julukan Ibn al Sauda’ adalah karena sempitnya pengetahuan mereka terhadap hakikat mazdhab syiah..........tidak diragukan lagi bahwa awal kemunculan syiah adalah dari Hijaz, negeri kaum syiah,.........di Damaskus, dikenal bahwa zaman (kemunculan) mereka (syiah) adalah pada abad pertama Hijriyah

CATATAN
Jika ada sahabat2 besar nabi seperti Ammar dan Abu Dzar yang telah memprovokasi rakyat sehingga berakhir pada pembunuhan Usman oleh rakyat, maka apakah mereka bedua telah berlaku dhalim dan tersesat....??? aku kira itu mustahil karena ulama’ sunni telah menyebutkan tentang kepribadian mereka berdua dengan sebutan yang baik, seperti dalam sebuah hadist nabi bersabda, bahwa diri Ammar penuh dengan iman sejak dari puncak kepalanya hingga tapak kakinya (sunan ibn majjah jil.1 hal.65, al ishabah jil.2 hal.512),

Juga hadist nabi :“Ammar selalu bersama kebenaran dan kebenaran selalu bersama Ammar,  sayang sekelompok pendurhaka akan membunuhya,Ammar mengajak mereka ke surga sedangkan mereka mengajak ammar ke neraka” (mustadrak jil.3 hal.392, tarikh ibn kastir jil.7 hal.268-270, sahih bukhari, jil.8 hal.185-186, musnad ahmad ibn hanbal jil.2 hal.161 dan lain2). Sedangkan tentang abu dzar nabi pernah berkata, “Alangkah sedikitnya orang di bumi yang berbicara lebih benar dari Abu Dzar” atau “di bawah kolong langit dan di atas muka bumi ini tak ada yang lebih berkata benar selain Abu Dzar”.